Perjalanan Kreativitas E.Widiantoro

oleh Musfeptial, S.S., M.Hum, Peneliti Muda Bidang Sastra

Kreativitas yang dilalui seorang penulis dalam menciptakan karya sastra yang berkualitas tentu melalui perjalanan panjang. Artinya, ada fase panjang yang telah dilalui seorang pengarang dalam  menghasilkan karya sastra yang baik, bermutu, dan mendidik. E.Widiantoro merupakan satu di antara penulis Kalimantan Barat yang telah melalui fase tersebut.  Namun demikian, untuk melihat tahapan lintasan perjalanan E.Widiantoro tentu kita harus melihat dan mencermati karya sastra yang telah dihasilkannya. Ini adalah pekerjaan menarik dan sesungguhnya juga menantang yang dilakukan untuk melihat proses kreativitas dalam rentang perjalanan  E.Widiantoro di dunia sastra.


Secara umum sejumlah cerpen di antologi ini memuat ideologi yang hampir sama, yakni  adanya kesadaran dari tokoh untuk melakukan perubahan pada hal yang positif dan baik. Pada cerpen Tidak Sedang Bercinta, yang dimuat di koran Akcaya pada 18 September 1994 ini  berkisah tentang jalinan percintaan tokoh Pram dan Nunung sesungguhnya adalah contoh jalinan percintaan yang semu. Mereka menjalin cinta, tetapi tidak saling membutuhkan dan merindukan. Artinya, ada pesan dari penulis bahwa percintaan tersebut haruslah diikat dengan rasa saling membutuhkan dan memiliki satu sama lain. Harus diakui juga bahwa cerpen ini masih bernuansa genre cerpen pop. Artinya, tema cerpen ini masih tema pop.  Namum demikian, dari cerpen yang ditulis oleh E.Widintoro ini kita juga dapat melihat proses kreativitas seorang pengarang. Setidaknya, pada masa ini gaya kepenulisan  cerpen populer masih  identik dengan E.Widiantoro.

Seiring perjalanan waktu dan ditambah kematangan seorang penulis, terjadi pergeseran dalam proses kreativitas E.Widiantoro. Pola penulisan cerpen serius mulai terlihat pada diri E. Widiantoro. Pada cerpen  Di Bawah Warung Tenda, yang dimuat di koran Pontianak Post 20 Januari 2012, pola serius itu terlihat. Cerpen ini tidak ini tidak lagi bicara tentang cinta yang benuansa pop. Akan tetapi,  jauh lebih menarik  dan dengan cara penceritaan yang mulai rumit. Diawali dengan  memperkenalkan dua tokoh, yaitu tokoh Aku (Iman) dan seorang perempaun Zee. Kemudian, dari gerak alur cerita kita mengetahui bahwa tokoh Aku dan Zee adalah suami istri. Zee merupakan istri kedua dari tokoh rekaan Aku. Sementara itu istri pertamanya adalah Ifah. Konflik mulai muncul ketika tokoh  Zee mulai mempertanyakan janji untuk berlaku adil kepada tokoh Iman.  Dengan cerdas pengarang memberikan solusi atas kasus poligami yang dilalui tokoh Iman. Solusi pada cerita ini tidak mudah ditebak oleh pembaca.

Pada Cerpen Lelaki Yang Menatap Laut ( Pontianak Post, 17 Maret 2013), Kesaksian Palsu (Pontianak Post, 9 Maret  2014),  Tetes Hujan di Bulan April (Pontianak Post, 16 Agustus 2015), Mei (1 November 2015), dan Pagar Beruak (dikirim, tetepi tidak diterbitkan oleh Pontianak Post) kematangan dan dan keseriusan dalam tema cerpen sangat kentara. Cara penceritaan dengan tema yang serius ini mengisyaratkan adanya kematangan dalam berimajinasi oleh pengarang.  Pergeseran pola penulisan cerpen dari yang pop ke yang serius merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan bagi seorang pengarang. Setidaknya, memperlihakan juga proses kreativitas pengarang. E. Widiantoro telah melalui itu.

Pergulatan dengan tema –tema yang serius menandakan kematangan E.Widiantoro dalam berkarya. Satu hal yang selalu tidak lepas dari diri E.Widiantoro adalah adanya aspek positif atau nilai baik yang selalu disuguhkan kepada pembaca. Artinya, ada aspek nasihat atau dakwah yang ingin disampaikan E.Widiantoro.

Pengarang tentu menyadari bahwa karya sastra tidak hanya sekadar hiburan saja. Akan tetapi, juga ada nilai manfaat yaitu nasihat bagi pembaca. Menariknya, ketika membaca cerpen tersebut, pembaca tidak merasa sedang dinasihati dengan nilai tersebut.

Pada cerpen Lelaki Yang Menatap Laut, nilai baik itu terlihat dari  tokoh Jasan yang bangkit dari keterpurukan berkat nasihat temanny, Reza. Lain halnya dengan cerpen Kesaksian Palsu, nilai baik dapat diambil dari cobaan yang menimpa tokoh Redia. Ia menjadi buta karena telah membuat kesaksian palsu.

Cerpen Tetes Hujan di Bulan April, mengisyaratkan kepada pembaca bahwa dalam Islam, wali merupakan rukun pernikahan, elain sighat (aqad) dan dua orang saksi.  Tanpa wali pernikahan harus batal. Tokoh rekaan Safitri merupakan anak dari korban  perkawinan tanpa wali tersebut. Ia harus menerima konsekuensi bahwa di akta kelahiran hanya dicatatkan nama ibunya. Artinya, ia tidak memiliki ayah secara nasab. Tokoh Safitri  adalah anak yang lahir tanpa bapak.

Pertobatan yang dilakukan oleh tokoh Pram pada cerpen Mei dengan cara tidak lagi memberikan uang pada teman kencannya yang bernama Mei. Akan tetapi, uang tersebut ia serahkan ke pengurus masjid yang meminta sumbangan untuk pembangunan masjid. Pada akhir cerita dikisahkan Pram ingat akan kematian. Artinya, tema tobat pada cerpen yang diterbitkan pada November 2015 ini sekaligus menjadi nasihat kepada pembaca untuk tidak melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan oleh tokoh rekaan Pram.

Hal yang menarik juga terihat pada cerpen Pagar Beruk. Bagi E.Widiantoro, untuk mengusir beruk yang memakan tanaman di ladang Firwan tidak bisa hanya  dengan sekadar salat lima waktu, beribadah, dan berdoa. Akan tetapi, harus ada upaya lain yang kongkrit dan aksi yang dilakukan untuk mengusir beruk barulah setelah itu berserah diri kepada Allah.

Karya sastra yang berkualitas lahir dari ketelitian dan kejelian seorang pengarang dalam memadukan antara realitas dan imajinasi. E,Widiantoro telah melakukan itu. Proses kreativitas yang panjang telah membuat kematangan  pada diri E. Widiantoro dalam berkarya.

Dengan demikian, membaca antologi ini seakan kita telah membaca fase yang telah dilalui E.Widiantoro dalam mencipta karya sastra. Selain itu, harus diakui juga bahwa media massa, seperti Pontianak Post telah menjadi media dalam pengembangan proses kreativitas sastra. Artinya, media massa telah dimanfaatkan oleh E.Widiantoro dalam mengasah kematangan dalam berkarya.

Pontianak, 22 November 2016

Terima kasih telah berkunjung di laman www.asmirizani.com. Saya menantikan pendapat Anda di kolom komentar. Bagikan tulisan ini dimedia sosila Anda. Semoga bermanfaat. Salam
Share on Google Plus

About Asmirizani

Lelaki biasa yang sedang belajar mengeja hidup. Membaca, menulis, dan belajar tiada henti ditemani secangkir kopi jahe,

1 komentar:

  1. Some contradictions caused by the leading significance of one of the ideologies strongly influenced the fate of the future characters. The readers are looking forward to the finale

    BalasHapus