Membaca Ketapang lewat Kumcer Asa dan Perempuan Laut Senja

Oleh Agus Kurniawan

“Zani membuat Ketapang yang lebih redup dengan berbagai persoalanmanusianya”

Membaca kumpulan cerpen karya sahabatsaya Asmirizani ini mengingatkan kembali kepada para sastrawan/penulis yangsependek yang saya ingat turut menghiasi ranah kepenulisan di Ketapang, kotepusake.

Pak Sy. Zulkarnain adalah SastrawanKetapang yang pertama kali saya ingat, beliau Novelis, Cerpenis dan Penyairjuga punya kelompok seni Gambus. Nama pena beliau Syadza Kayung. Buku beliauyang dapat saya kenang adalah Novel 3 Kisah dari Kampung Sunyi, Syair BungaJambu dan yang pernah saya terlibat dalam pembuatan Covernya adalah SajakMantra. Beliau Guru Bahasa Indonesia waktu saya sekolah di Aliyah, kini setelahbeberapa waktu menjadi Kepala MTsN Ketapang, beliau ditugaskan menjadi guruBahasa Indonesia di MAN 2 Sungai Besar Ketapang.

Pak Mahrawi juga terbaik, beliau pembinaekskul jurnalistik sewaktu saya di Aliyah juga. Jadi secara langsung saya muriddari dua sastrawan Ketapang ternama bahkan hingga tingkat nasional, namunkalian jangan memandang muridnya yang dhaif ini. Beliau kini mengajar di SMAMuhammadiyah Ketapang.

Ada juga Pak Sabiis, guru Matematika diSMKN1 yang kini bersama saya melanjutkan usaha penerbitan karya sastra lokalKetapang. Tentu tak lupa pada Bung Wyaz Ibn Sinentang dan Bang E.Widiantoroyang sungguh produktif dibidang ini. Ada juga penulis yang karyanya baru – baruini diterbitkan oleh Kompas Gramedia, pak Yohanes Terang, aktivis lingkungandan mantan Kepala Desa Laman Satong.

Dan kini Asmirizani, saya harusmemasukkan Asmirizani dalam deretan para penulis/sastrawan Ketapang. Cerpen –cerpen dalam buku ini mengangkat kekayaan lokal Ketapang yang dirangkainyadalam penuturan yang baik dan indah. Walau masih banyak kekurangan di sanasini, yang wajar bagi penulis seperti Zani dan juga saya, buku ini harusdirayakan kelahirannya dengan menjadikannya koleksi di rumah dansekolah-sekolah Ketapang.

Ketapang yang ditulis oleh Asmirizaniadalah Ketapang yag sama dengan yang saya atau bang E.Widiantoro tulis. TentangPawan yang sama, tentang garis pantai yang sama, tentang kota yang sama. Tapidengan penuturan yang berbeda, gaya yang berbeda, Zani membuat Ketapang yanglebih redup dengan berbagai persoalan manusianya. Ketapang masih amat terbukadengan berbagai penafsiran kita atas tanah airnya.

Saya kira masih banyak penulis lain yangbelum saya sebutkan, tapi tentu mereka perlu didukung agar penulis Ketapang takmati ditelan kesibukan mencari penghidupan karena karya mereka hadir tapi takdipedulikan.
3 Maret 2016

Share on Google Plus

About Asmirizani

Lelaki biasa yang sedang belajar mengeja hidup. Membaca, menulis, dan belajar tiada henti ditemani secangkir kopi jahe,

0 komentar:

Posting Komentar